Petuah 1

Umar berpesan hadapilah dirimu sendiri sebelum kau berhadapan dengan kehidupan akhirat dan pertimbangkanlah segala tindakan sebelum ditimbang di neraca keadilan

Petuah 2

“Dan Orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, niscaya kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan KAMI. Sesunguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik”

Petuah 3

“Siapa yang mencari Ridho Allah sekalipun dibenci manusia, maka Allah akan lindungi dia dari murka manusia” jangan takut berkarya selama dalam kebenaran

Petuah 4

Sesungguhnya semulia mulia iman seorang mukmin adalah yang paling bagus budi pekertinya dan paling lemah lembut kepada keluarganya (HR Tirmudzi)

Petuah 5

Menggali potensi diri adalah seperti mengarungi samudra tanpa batas, selamanya anda tidak akan pernah tuntas mengeksplorasi dan mengeksploitasi nya

.:Episode Cinta:.



Cinta adalah karunia Allah. Bahkan Allah menciptakan alam semesta ini karena cintaNya. Karenanya alam dan dunia ini adalah lautan cinta. Kekuatannya mampu meluluh lantahkan arogansi diri dan kerendahan materi. Maka bukan tanpa alasan seorang Saini KM menuliskan bait-bait terakhirnya dalam puisi Burung Hijau :

Saat kamu tengadah dan dengan tersipu berkata:
'Memang, yang terbaik dari diri kita layak disatukan.'
Saya pun mabuk karena manis buah berkah, dan melihat:
Malaikat menghapus batas antara dunia dan akhirat.


Ibnu Qoyyim Al jauziyah pernah berkata tentang arti sebuah cinta : 'Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; membatasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka batasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri.

Kenyataannya, sejarah Islam mencatat kisah-kisah cinta manusia-manusia langit dengan tinta emas dalam lembaran-lembaran sejarah peradaban. Sebuah sejarah yang mengartikan cinta bukanlah utopia dan angan-angan kosong belaka dalam sebuah potret realita.

Tak apalah meregang nyawa bagi seorang Hisyam bin ‘Ash takkala mendengar seorang saudaranya merintih kehausan dalam peperangan Yarmuk, memberikan air miliknya sementara bibir bejana hampir menyentuh bibirnya. Atau indahnya ungkapan yang diberikan seorang sahabat yang mencintai sahabatnya karena Rabb-Nya. Atau seorang Rasul yang memanggil umatnya takkala sakaratul maut menyapa dirinya.

Teringat episode cantik dalam sejarah seorang wanita yang rela menukar cinta dan hatinya dengan Islam sebagai maharnya. Takkala Rumaisha binti Milhan dengan suara lantang menjawab pinangan Abu Tholhah, seorang terpandang, kaya raya, dermawan dan ksatria 'Kusaksikan kepada anda, hai Abu Tholhah, kusaksikan kepada Allah dan Rasul Nya, sesungguhyna jika engkau Islam, aku rela engkau menjadi suamiku tanpa emas dan perak. Cukuplah Islam itu menjadi mahar bagiku !' Akhirnya tinta emas sejarah mencatatnya sebagai seorang ummu Sulaim yang mendidik anaknya, Anas bin Malik dan dirinya sebagai perawi hadits Rasulullah sementara suaminya menjadi mujahid dalam sejarah Islam.

Melagu hati Sayyid Qutb dalam nada angan akan sebuah keinginan. Lompatan jiwanya melebihi energi yang ada. Baginya kehidupan dunia bukanlah segalanya. Ia belokkan gelora yang ada hanya pada pencipta-Nya yang dengannya syahid menjadi pilihan hidupnya. Tiada mengapa tanpa wanita.

Gejolak gelora percintaan Rabiah dengan Rabbnya mengajarkan keikhlasan akan sebuah arti penghambaan. Tak sanggup rasanya mengikutinya yang mengharap Ridho-Nya sekalipun neraka menjadi pilihan akhir tempat tinggalnya.

Lain pula kisah sang Kekasih Allah, Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihissalam. Sebuah kisah yang menggoreskan samudra hikmah kehidupan bagi manusia yang mengedepankan ketundukan dan kepasrahan yang terbalut cinta daripada darah daging sendiri untuk menjadi persembahan.

Adakah cinta yang masih ada di hati kita menyamai atau bahkan melebihi cinta mereka terhadap apa yang mereka cintai? Jika tidak, lantas apa yang membuat kita membusungkan dada dan mengklaim sebagai pecinta sejati hanya lantaran bunga-bunga kata tanpa makna realita yang kita lontarkan? Diri kita seringkali mencari pembenaran (apologi) atas ketidak mampuan dan ketidak berdayaan dalam mengakui segala kelemahan yang kita miliki. Jika cinta yang mereka hadirkan dapat begitu mempesona bukan hanya karena mereka para sahabat dan shahabiyah atau para Nabi dan Rasul.

Perlu diingat, mereka juga adalah manusia yang mempunyai keinginan dan kecenderungan sebagaimana manusia biasa. Artinya kecintaan mereka dapat kita duplikasikan pada diri kita. Lihatlah bagaimana sejarah kembali mencatat arti sebuah cinta anak manusia dalam akhir hayatnya, sebuah cinta yang dihadirkan oleh mujaddid akhir zaman, Hasan Al Banna yang mendahulukan iparnya Abdul Karim Mansur untuk diberi pertolongan justru pada saat tujuh peluru masih bersarang ditubuhnya……

Ibnu Taimiyah berkata, 'Mencintai apa yang dicintai kekasih adalah kesempurnaan dari cinta pada kekasih.' Teori ini bukanlah teori belaka. Teori ini merupakan sebuah konsekuensi logis dan sebuah keniscayaan dari sebuah cinta. Segala daya dan upaya ‘kan menjadi tak berharga jika ia dapat menjadi serupa. Hal ini berlaku kebalikannya. Membenci apa saja yang dibenci kekasih adalah kesempurnaan dari cinta pada kekasih. Amboi, indahnya jika semua itu dilandasi atas kecintaan kepada Rabb-Nya. Dan menundukkan kecintaan lainnya karena ia hanyalah kenikmatan sesaat.

Sesungguhnya siapakah kita ini kekasihku?
Hanya setitik debu melekat di bintang mati.
Menggeliat sejenak karena embun dan matahari:
Hanya sedetik dalam hitungan tahun cahaya.
(SAINI KM)


Jika saja Sapardi mengungkapkan kekuatan keinginan cintanya dengan bait-baitnya :

AKU INGIN,
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Spardi Dj. D)


Maka Islam mengajarkan indahnya cinta dalam untaian do’a :

'Ya Alloh, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu. Telah berjumpa dalam taat pada-Mu. Telah bersatu dalam da'wah pada-Mu. Telah terpadu dalam membela syari'at-Mu. Kokohkanlah, Ya Allah ikatannya, kekalkan cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan cahaya-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal pada-Mu. Nyalakanlah hati kami dengan ma'rifat kepada-Mu. Matikanlah ia dalam syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong….

Wallohu a’alam.


oleh: Abu Saifulhaq Asaduddin

.:Mengenal Lebih Jauh Diri Sendiri:.

Sebuah pepatah mengatakan, semut di seberang dapat kelihatan tapi gajah di pelupuk mata tidak tampak. Pepatah ini menganalogikan bahwa sering manusia lebih pandai menilai kelebihan dan kekurangan orang lain. Tetapi mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri adalah sebuah pekerjaan sulit dan sering diabaikan manusia.

Allah SWT berfirman, Kami akan perlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di segenap ufuk dan dari pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup bagi kamu bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (Al-Fusilat:53)

Ada pula hadis yang walahualam shohih atau tidak mengatakan “Siapa yang kenal dirinya akan Mengenal Allah".

Dari firman Allah dan hadis di atas dapat kita simpulkan betapa pentingnya pengenalan terhadap diri sendiri. Allah telah menunjukkan kekuasaan-Nya dalam diri manusia. Kemudian dilanjutkan oleh hadis nabi, siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tihannya. Artinya bila seseorang mengenal dirinya maka ia akan memikirkan penciptaaan dirinya. Siapa lagi yang menciptakan manusia kalau bukan Allah SWT.

Sering manusia tidak mengenali dirinya sendiri, tidak tahu dari mana ia berasal, siapa yang menciptakannya, untuk apa ia hidup dan akan kemana ia setelah meninggal. Maka tidak heran banyak manusia yang mengabaikan dirinya bahkan tidak segan menyiksa dirinya sendri untuk mendapatkan kepuasaan sesaat.

Manusia terdiri dari tiga unsur, ruh, jasad dan jiwa. Ketiganya mempunyai peran yang tidak bisa dipisahkan. Jasad tanpa ruh ibarat sebatang pohon yang mati, layu dan gersang. Binatang memiliki jasad dan jiwa, tetapi ia tidak memiliki ruh. Manusia jelas berbeda dengan binatang. Dan Allah telah melebihkan manusia dari makhluk ciptaa-Nya yang lain, manusia dikatakan sebagai makhluk yang paling sempurna.

Apakah kesempurnaan ini menjadikan manusia berfikir?. Tidak perlu dulu tentang yang lain, tetapi berfikir tentang penciptaanya. Berfikir tentang hakekat dirinya. Tentang jasad sempurna dan sebaik-baik bentuk yang diciptakan Allah untuknya. Tentang jiwa dan ruh yang tidak tampak tapi mengendalikan hampir seluruh keputusan yang diambil manusia.

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah dimuka bumi ini. Ia memiliki kombinasi sifat syetan dan malaikat. Salah satu sifat tersebut bisa mendominasi kehidupan manusia. Jika sifat syetan yang mendominasi, maka ia akan berprilaku seperti syetan. Dia menjadi manusai yang jahat, pendendam, sombong, angkuh, penipu ingkar kepada Allah, dan sifat buruk lainnya. Sebaliknya jika sifat malaikat yang mendominasinya, maka ia menjadi manusia yang baik, taat dan tunduk kepada Allah.

Walaupun jika didominasi oleh kedua sifat itu, tidak pula lantas manusia akan menjadi syetan atau malaikat. Dia tetaplah manusia, hanya saja prilakunya yang tampak seperti syetan atau malaikat.. Manusia bebas memilih, prilaku manakah yang menjadi keinginanya. Pilihan itu hanya bisa diambil jika manusia tahu mengenai dirinya, baik kelebihan maupun kekuranganya, sifat buruk maupupun sifat baiknya.

Jika tidak menggunakan akalnya, bisa juga manusia berprilaku seperti binatang, yang hanya hidup untuk kepentingan perutnya saja. Tapi kadang kala manusia lebih buruk dari binatang. Jika binatang hanya memenuhi kebutuhan perutnya hari itu saja. Tetapi manusai tidak, kadang sudah terpenuhi kebutuhan perutnya untuk beberapa tahun ke depan, tetap saja terus menjajah dan merampas sesuatu yang bukan menjadi haknya. Kita tentu tidak ingin seperti binatang, apalagi lebih renda dan parah dari binatang.

Dari mana awal mulanya diri ini?

Dalam Al-Quran dikatakan, bahwa kita hanyalah seonggok jasad yang berasal dari air mani yang hina. Tidak ada satu tanganpun di dunia ini yang mampu menciptakan manusia. Jika kita sadar akan hakikat diri kita, bahwasanya kita adalah makluk yang lemah, jika Allah tidak menolong kita, kita bukanlah apa-apa dan bukan pula siapa-siapa.

Wahai manusia! Jika kamu masih dalam keraguan tentang hari berbangkit, maka (pikirkanlah) bahwa Kami menciptakan kamu (dengan proses yang pada mulanya):
a. dari tanah,
b. kemudian dari setetes air mani,
c. kemudian dari segumpal darah (yang membeku),
d. kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiaanya dan (ada pula) yang tidak sempurna agar Kami jelaskan kepadamu (betapa hebatnya ciptaan Kami),
e. kemudian (daging yang segumpal itu) Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak (aturan) Kami sampai waktu yang ditentukan (lebih kurang 9 bulan),
f. kemudian Kami keluarkan kamu (dari rahim ibumu) sebagai bayi,
g. kemudian kamu meningkat dewasa,
h. (kemudian) ada diantara kamu yang diwafatkan (waktu masih kuat bertenaga) dan ada pula sampi tua bangka, sehingga ia tidak ingat apa-apa. Dan (sebagai bukti berbangkit pula) kamu melihat bumi kering gersang, kemudian apabila telah Kami sirami dengan air (hujan), bumi itu hidup dengan subur kembli menumbuhkan beraneka ragam tumbuh-tumbuhan nan indah menawan. (QS. Al-Hajj:5)

Sesungguhya kita dapati diri ini dalam kesesatan dan kejahiliyahan, kemudian Dia beri kita petunjuk. Sesungguhnya kita dapati diri ini dalam kegelapan, kemudian Dia beri kita cahaya. Sesungguhnya kita dapati diri ini dalam kebingungan, kemudian Dia beri kita jalan keluar. Sesungguhnya kita temui diri ini dalam kelemahan iman, kemudian Dia beri kita keteguhan. Sesungguhnya kita dapati diri ini dalam kehinaan dan kerendahan, kemudian Dia beri kita kemuliaan dan izzah serta iffah. Sesungguhnya kita dapati diri ini dalam kebodohan, kemudian Dia beri kita lentera ilmu. Sesungguhnya kita dapati diri ini dalam keadaan telanjang, kemudian Dia beri kita pakaian.

Jika begitulah proses kelahiran kita, lantas mengapa kita menjadi lupa diri? Menjadi manusia yang tidak tahu diri? Menjadi manusia yang melupakan hakikat penciptaan diri kita, kita hanyalah berasal dari seonggok tanah dan pasti akan kembali ke tanah. Siapun orangnya, rakyat jelata atau pejabat tinggi negara, cantik atau jelek, lahir di barat maupun di timur. Kita terlahir dalam keadaan sama, derajat kita sama di hadapan Allah SWT, Zat yang menciptakan kita.

Kadang kita tidak segan menyiksa diri sendiri dengan mengabaikan hak-hak jasad, ruh dan akal. Yang paling sering dilupakan adalah hak ruh. Seperti sebuah tanaman yang tidak pernah disiram, lama-lama akan layu kemudian mati. Begitu pula jika ruh tidak pernah diberi makanan yang bergizi, tidak pernah disuapi vitamin iman, suatu saat akan gersang, dan tidak mustahil kelak akan mati. Bila ruh sudah mati, maka tidak akan ada lagi fungsinya jasad. Jasad akan tinggal seonggok jasad. Kematian ruh adalah awal dari kesengsaraan hidup di dunia dan akhirat.

Mengenal Allah.

Mungkin kita pernah bertanya, “Adakah Allah, dimanakah Allah” jaawabanya singkat sekali, Allah ada dan sangat dekat degan kita. Lebih dekat dari urat nadi kita sekaipun. Dia tidak pernah tidur, tidak akan pula mati. Jika kita kembali kepada hadis yang telah disebutkan di atas, maka pengenalan terhadap diri dan Allah adalah sebuah rangkaian yang tidak bisa dipisahkan, karena menurut hadis tersebut, “Barang siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya.”

Mengapa kita harus mengenal Allah? Dengan mengenal Allah akan memberikan banyak kebaikan, diantaranya, ketenangan, meningkatkan iman dan taqwa. Pengenalan kita kita dengan Allah akan menumbuhkan rasa cinta kepada-Nya. Dengan kekuatan cinta itu kita menjalani segal perintah-Nya dan menjauhi segal larangan-Nya.

Banyak cara untuk ma’rifat (kenal) dan mahabbah (cinta) kepada Allah.. Diantaranya menurut Dr. Irwan Prayitno dalam buku kepribadian muslimnya adalah dengan akal dan fitrah, pendengaran dan penglihatan, alam semesta, binatang, manusia dan hewan, pengenalan jiwa serta mukzizat.

Dalam sebuah perjalanan panjang kita dapat melihat alam semesta terbentang indah, tersusun rapi. Siapakan yang membentangkan dan menyusun itu semua. Adalah tangan manusia mampu melakukannya jika tidak ada Zat yang melakukannya?

Terlalu banyak sarana untuk mengenal Allah, hanya saja sejauh mana keinginan kita mengenal kebesaran Allah. Memang Allah tidak mungkin dilihat secara fisik, tetapi kebaradaanya dapat kita rasakan dalam setiap tarikan nafas kita.

Mengenal diri sendiri

Tiada orang yang mengenal diri kita kecuali kita sendiri ! Apabila kita melihat ke dalam diri dan belum menemukan sesuatu yang sesuai, maka sebenarnya kita sedang mencari identitis Coba renungkan sejenak tentang beberapa hal berikut ini :

Dari mana anda datang?
Kemana anda pergi?
Apakah tujuan anda berada dalam dunia fana ini?
Apakah sebenarnya bahagian dan apakah sebenarnya derita?
Apakah kekuatan anda?
Apakah kelemahan anda?
Apakah cita-cita anda?
Apakah kehendak anda?
Apakah kekuatan andada?

Jika kita mampu menjawabnya, maka dapat dikatakan kita mengenal sepenuhnya diri dan hakikat kehidupan kita. Tapi tidak jarang manusia amat kesulitan menjawab pertanyaan itu. Kita perlu menyediakan waktu sejenak mererungi keberadaan kita, mengenali tidak saja secara fisik diri kita, tetapi juga segala faktor eksternal dan internal diri yang akan menghantarkan kehidupan kita kepada sebuah titik terbaik tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat.

Cobalah menganalisis secara jujur perilaku, tabiat dan kepribadian kita. Hati nurani akan berkata jujur. Bila kita temukan kekurangan tidak ada salahnya kita mencoba memperbaiki diri. Bertanya kepada orang lain merupakan langkah yang positif untuk mengenali lebih jauh diri kita. Penilaian kita dan orang lain akan membantu kita menjadi manusia yang mendekati kepada sifat malaikat.

Memperbaiki dan senantiasa melakukan perubahan adalah sebuah keniscayaan dalam hidup ini. Karena perubahan tidak selalu memperbaiki sesuatu, tetapi untuk menjadi lebih baik kita mesti berubah. Proses pengenalan diri tidak boleh berhenti pada sebuah titik jenuh. Tidak ada batasan dalam tempat ruang dan waktu. Kenalilah terus diri kita, temukan segala potensi dan kekurangan.

Sadari hakikat keberadaan diri kita di dunia. Jika kita memahami itu semua, maka mata hati kita akan mudah terbuka mengenali Rabb yang menciptakan kita.Tidak ada lagi hijab yang aka nmebatasi ruang diskusi kita dengan–Nya. Yang ada adalah bagaimana kesungguhan kita memanfaatkan segala potensi yang ada dan meminimalisir segala kekurangan untuk tetap dekat dengan Allah, mengapai cinta-Nya, bekerja ikhlas untuk-Nya. Insya Allah kehidupan kita tidak akan sia-sia. Kita aka nmenjadi manusia yang produktif, prestatif, inovatif.

Maroji: dari berbagai sumber.
Yesi Elsandra

kafemuslimah.com