Orang-orang banyak yang mengukur seberapa cerdas dirinya. Mulai dari tes IQ, EQ, masih kurang...SQ...masih kurang lagi...ESQ....(halah itu apa lagi...maklum baru ikut IQ itupun SMP). Klo berdasar IQ mungkin Albert Einstein yang terpandai (karena yang diukur dia, coba klo Ulama-ulama islam diukur pasti nggak kalah).
Nah ternyata Islam memberi panduan kita dalam mengukur kecerdasan kita.
Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau berkata,
"Orang yang cerdas adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)
Nah, ternyata ada tho..ciri-ciri orang cerdas dalam Islam. Kalo kita jabarkan nih...biar agak panjang dikitan tulisannya...masak berhenti disini...maka ciri ciri cerdas itu adalah:
1. Mampu mengendalikan diri dengan bermuhasabah.
Hadits di atas menggambarkan urgensi muhasabah (evaluasi diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Rab-nya*. Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadits di atas, juga meriwayatkan ungkapan Umar bin Khattab dan juga ungkapan Maimun bin Mihran mengenai urgensi dari muhasabah.
Umar r.a. mengemukakan:
‘Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.’
Sebagai sahabat yang dikenal ‘kritis’ dan visioner, Umar memahami benar urgensi dari evaluasi ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas, Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di yaumul akhir kelak. Umar paham bahwa setiap insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah swt *.
Maimun bin Mihran r.a. mengatakan:
‘Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya’.
Maimun bin Mihran merupakan seorang tabiin yang cukup masyhur. Beliaupun sangat memahami urgensi muhasabah, sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan bertakwa, hingga menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri. Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Dan orang yang bertakwa, pastilah memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi
Muhasabah menjadi "wajib" dilakukan oleh siapa saja yang ingin menjaga keimanannya dari kelemahan/kemunduran dan kekurangan.
Muhasabah diri ada 2 hal:
* Muhasabah sebelum amal
yaitu memeriksa keinginan dan tujuan awalnya.Segala amalan yang akan dikerjakan haruslah jelas baginya apakah layak dikerjakan atau tidak, bagaimana niatnya apakah ikhlas atau tidak.
* Muhasabah sesudah amal.
ada 3 hal:
a. muhasabah atas amal ketaatan yang belum memenuhi hak Allah dan dikerjakan tidak sebagaimana mestinya.
b. muhasabah diri atas setiap amalan yang sebenarnya meninggalkannya lebih baik daripada melakukannya.
c. muhasabah diri atas perkara yang mubah dan biasa.Mengapa kita melakukan itu? Apakah tujuannya....? ridlo Allah kah? duniakah? atau..hanya untuk kesenangan sesaat.
2. Beorientasi kedepan yaitu kehidupan setelah kematian
Persiapan untuk menghadapi sesuatu tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mengingatnya di dalam hati, sedangkan untuk selalu mengingat di dalam hati tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mendangarkan hal-hal yang mengingatkannya dan memperhatikan peringatan-peringatannya sehingga hal itu menjadi dorongan untuk mempersiapkan diri. Kepergian untuk menyambut kehidupan setelah kematian telah dekat masanya sementara umur yang tersisa sangat sedikit dan manusiapun melalaikannya.
“Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Al-Jumu’ah)
Kematian itu pasti, namun jalan menuju kematian adalah pilihan......... Nah pertanyaannya...sudahkah kita memenuhi dua kriteria diatas...wah klo saya koq jauh ya...(Bang Navre)
Maroji'
1. Artikel “Makna Muhasabah” oleh Mochamad Bugi. www.dakwatunna.com
2 http://rumahkusorgaku.multiply.com/journal/item/63
0 komentar:
Posting Komentar